pbhmimpo – Reformasi 1998 di Indonesia adalah titik balik yang menggulingkan Orde Baru setelah lebih dari 30 tahun menancapkan kuku-kukunya. Gerakan ini muncul karena masyarakat sudah muak dengan pemerintahan yang otoriter, penuh korupsi, dan minim transparansi.
Jatuhnya Soeharto pada Mei 1998 menjadi simbol kemenangan rakyat yang akhirnya berhasil menendang penindasan politik dan ekonomi yang bertahan lama. Tapi, meskipun Orde Baru tumbang, bukan berarti perjuangan untuk mempertahankan hasil reformasi itu gampang.
Salah satu masalah besar yang muncul setelahnya adalah perubahan atau revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru disahkan oleh DPR RI dan pemerintah di rapat Paripurna – mendapat gelombang penolakan dari masyarakat sipil dan mahasiswa di berbagai daerah – memberi celah bagi TNI untuk kembali menguasai politik. Ini tentu saja mengingatkan kita pada masa Orde Baru, di mana militer punya kuasa besar dalam mengendalikan negara.
Keengganan Orde Baru dan Dominasi Militer
Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto dikenal dengan penerapan dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang memberi peran ganda kepada militer, yakni sebagai penjaga stabilitas keamanan dan sebagai pengambil keputusan dalam politik.
Dwifungsi ini memungkinkan TNI untuk memiliki hak suara dalam pemerintahan dan mengendalikan sebagian besar aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Namun, ketika krisis moneter melanda pada 1997-1998, dan protes besar-besaran mengguncang negara, sistem yang terpusat ini mulai mengalami keretakan.
Soeharto akhirnya mengundurkan diri, dan dengan itu dimulailah era reformasi yang bertujuan untuk mengembalikan demokrasi dan membatasi peran militer dalam pemerintahan.
Semangat Mempertahankan Reformasi dan Peran TNI dalam Politik
Namun, meskipun Reformasi telah mengurangi dominasi militer dalam politik, munculnya revisi UU TNI yang kini mendapat gelombang penolakan dari masyarkat sipil di berbagai daerah sangatlah mengiris hati menyayat nurani.
Revisi ini memungkinkan TNI untuk berperan lebih besar dalam politik, yang dinilai oleh sebagian pihak sebagai ancaman terhadap pencapaian reformasi 1998.
Sejumlah kalangan melihat bahwa langkah ini membuka peluang bagi TNI untuk kembali menguasai kehidupan politik Indonesia, bahkan mengingatkan kita pada era Orde Baru yang penuh dengan kontrol militer terhadap pemerintahan. Bisa kita bayangkan kebengisan TNI yang dipakai negara untuk membungkam masyarakat yang kritis terhadap negara.
Menurut teori demokratisasi yang dikemukakan oleh Samuel Huntington (1991), transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi sering kali menghadapi tantangan besar, terutama dalam mewujudkan kontrol sipil terhadap militer.
Dalam konteks Indonesia, meskipun reformasi telah mengurangi kekuatan militer, revisi UU TNI menunjukkan betapa rapuhnya kontrol sipil terhadap militer. Selain itu, teori teori dependensi dari Andre Gunder Frank (1967) juga relevan dalam konteks ini, yang mengkritik bagaimana ketergantungan pada militer sebagai kekuatan stabilisator sosial dapat menghambat kemajuan ekonomi dan politik negara.
Di sisi lain, para aktivis dan masyarakat sipil Indonesia tetap berjuang untuk mempertahankan semangat reformasi. Teori demokrasi deliberatif oleh Jürgen Habermas (1981) menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam dialog dan diskursus untuk memastikan bahwa kekuasaan negara dapat dipertanggungjawabkan.
Hal ini tercermin dalam gerakan-gerakan sosial yang terus mengawasi kebijakan pemerintah, terutama terkait dengan peran TNI dalam politik.
Reformasi 1998 menjadi bukti bahwa perjuangan untuk demokrasi bukanlah akhir dari sebuah proses, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang untuk mempertahankan dan memperjuangkan nilai-nilai kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan.
Meski ada kekhawatiran akan kembali menguatnya peran militer dalam politik Indonesia, semangat reformasi yang digelorakan oleh masyarakat pada 1998 harus terus dijaga. Keberlanjutan reformasi memerlukan kesadaran kolektif untuk menjaga agar Indonesia tetap berada pada jalur demokrasi yang sejati.
Terus berjuang kawan-kawan, jangan sampai Indonesia diatur dan dikendalikan oleh kekuatan militer
LAWAN LAWAN LAWAN
Penulis: Raihan Abdul Wasi
Editor: Redaksi