pbhmimpo – Indonesia, yang akhirnya merdeka setelah lebih dari tiga abad dijajah, ternyata masih punya segudang tantangan buat ngelanjutin pembangunan identitas nasional yang bener-bener kuat. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memperkuat kesadaran tentang dekolonisasi yang harus terus hidup dalam masyarakat kita.
Dekolonisasi itu bukan cuma soal mengusir penjajah secara fisik, tapi juga tentang membebaskan diri dari pengaruh kolonial yang masih ada dalam cara kita berpikir, bertindak, dan menjalankan sistem sosial, ekonomi, serta politik.
Dekolonisasi Pemikiran: Lebih dari Sekadar Kemerdekaan Fisik
Dekolonisasi pemikiran itu basically proses buat ngerubah cara pandang yang sudah mendarah daging dari zaman kolonial, yang masih nge-hantui banyak orang Indonesia sampe sekarang.
Menurut Frantz Fanon dalam bukunya The Wretched of the Earth (1961), dekolonisasi bukan hanya soal mengubah struktur sosial dan politik, tetapi juga soal membebaskan diri dari belenggu mental yang telah lama ditanamkan oleh penjajah.
Di Indonesia, banyak sekali sisa-sisa kolonialisme yang tertanam dalam cara kita melihat dunia, dan ini sering kali terlihat dalam ketergantungan terhadap nilai dan sistem Barat yang dianggap lebih maju.
Contoh konkret dari pemikiran kolonial ini bisa terlihat dalam sektor pendidikan. Banyak materi pelajaran yang lebih banyak mengadopsi perspektif Barat, sementara sejarah dan budaya lokal sering kali diabaikan.
Padahal, seperti yang dikemukakan oleh Nggilna T.L. (2017), jika generasi muda Indonesia tidak diajarkan untuk mencintai dan menghargai warisan budaya mereka sendiri, kita akan terus kehilangan rasa kebanggaan terhadap identitas bangsa.
Menghidupkan Pemikiran Dekolonisasi untuk Membangun Identitas
Pemikiran dekolonisasi sangat penting dalam membangun identitas bangsa yang kuat dan mampu bertahan di tengah gempuran globalisasi. Homi K. Bhabha dalam The Location of Culture (1994) mengungkapkan bahwa budaya merupakan ruang bagi perbedaan dan dialog, yang memungkinkan terbentuknya identitas baru.
Dalam konteks Indonesia, kita perlu memastikan bahwa pendidikan dan budaya kita mengedepankan nilai-nilai lokal, sehingga generasi muda lebih mengenal dan menghargai kekayaan yang dimiliki oleh bangsa ini.
Selain itu, kesadaran dekolonisasi juga sangat penting untuk menghadapi tantangan globalisasi. Proses globalisasi sering kali membawa dampak yang lebih besar dari sekadar penyebaran produk dan ide dari negara maju, tetapi juga penyebaran cara hidup yang bisa mengancam keberagaman budaya kita.
Edward Said dalam bukunya Orientalism (1978) menjelaskan bagaimana Barat sering kali mendefinisikan Timur, termasuk Indonesia, dalam kerangka yang sangat sempit dan merendahkan. Makanya, penting banget bagi kita untuk bangun kesadaran, biar bisa jaga nilai-nilai asli tapi tetap bisa nge-zoom ke perkembangan zaman.
Dekolonisasi Ekonomi: Menghapus Ketergantungan pada Negara Lain
Dekolonisasi juga harus nyentuh sektor ekonomi. Indonesia harus bisa bebas dari ketergantungan sama negara-negara besar yang malah untungnya lebih banyak daripada kita. Dalam pandangan teori ketergantungan yang dikembangkan oleh Andre Gunder Frank (1967), negara-negara bekas jajahan seperti Indonesia sering terjebak dalam struktur ketergantungan ekonomi terhadap negara-negara kolonial.
Untuk itu, penting bagi Indonesia untuk membangun ekonomi yang lebih mandiri, yang tidak bergantung pada investasi asing atau sumber daya alam yang dikuasai oleh negara luar.
Kesadaran dekolonisasi harus terus diperjuangkan di Indonesia, tidak cuma di pendidikan, budaya, tapi juga di ekonomi. Dekolonisasi pemikiran itu nggak cuma soal ngapus jejak fisik penjajahan, tapi juga soal ngebebasin pikiran kita dari warisan kolonial yang masih nyangkut.
Dengan ngebangun kesadaran ini, Indonesia bisa punya identitas yang kokoh, tetap menjaga keberagaman budaya, dan siap banget bersaing di level global. Jadi, buat mencapai kemerdekaan yang sebenernya, kita harus mulai dengan ngebebasin pikiran kita dulu!