Menyelami Peran Negara dalam Mengabadikan Ketimpangan dan Kemiskinan Struktural

Negara

pbhmimpo – Masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial selalu menjadi isu yang tidak bisa dianggap sepele dan ecek-ecek. Tidak hanya berdampak pada kehidupan individu, tetapi juga pada stabilitas sosial dan ekonomi suatu negara.

Dalam konteks ini, tidak jarang peran dan tanggung jawab dari negara dipertanyakan. Negara, yang seharusnya hadir untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh warganya, justru dalam beberapa kondisi menjadi aktor andal dan brutal yang memperburuk ketimpangan tersebut.

Negara menjadi aktor dalam bentuk apa? Yakni dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang tidak merepresentasikan kebutuhan rakyat, bahkan sering kali melanggengkan kemiskinan struktural.

Sejarah Negara sebagai Pelaku Ketimpangan Sosial

Sejak masa kolonial, ketimpangan sosial dan kemiskinan struktural sudah mulai terlihat jelas. Pada masa penjajahan, misalnya, kolonialisasi oleh negara-negara Eropa, seperti Belanda di Indonesia, menciptakan sistem yang sangat merugikan rakyat pribumi.

Negara kolonial lebih banyak mengambil keuntungan dari sumber daya alam Indonesia tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan, seperti sistem tanam paksa dan monopoli perdagangan, justru memperburuk kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

Rakyat pribumi dijadikan kelas pekerja murah yang terpaksa bekerja untuk kepentingan kolonial. Dalam konteks ini, kemiskinan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh faktor individu atau kebetulan, tetapi karena adanya sistem sosial yang menindas.

Dalam pandangan teori kemiskinan struktural, yang dikembangkan oleh Galtung (1971), kemiskinan ini bukanlah masalah pribadi, melainkan akibat dari ketidakadilan yang ada dalam struktur sosial itu sendiri.

Peran Negara Pasca-Kolonial dalam Ketimpangan Sosial

Sesudah Indonesia menggenggam kemerdekaan, meskipun sistem politik berubah, tidak serta-merta ketimpangan sosial hilang. Bahkan dalam banyak hal, negara tetap terlibat dalam menciptakan ketimpangan melalui kebijakan yang tidak adil.

Pada masa Orde Baru, misalnya, pemerintahan Soeharto lebih fokus pada pembangunan ekonomi melalui industrialisasi. Namun, kebijakan ini lebih menguntungkan golongan elit, sementara rakyat kecil, terutama yang tinggal di daerah tertinggal, tetap hidup dalam kemiskinan.

Pembangunan yang tidak merata ini semakin memperburuk kesenjangan sosial antara kota dan desa, antara Jawa dan luar Jawa. Hal ini sejalan dengan teori pembangunan yang dikemukakan oleh Paul A. Baran (1957), yang menyatakan bahwa pembangunan yang tidak disertai pemerataan hanya akan memperlebar ketimpangan antara daerah kaya dan daerah miskin. Bahkan, dalam beberapa kasus, kebijakan-kebijakan negara tersebut menguntungkan segelintir orang yang memiliki kekuasaan, sementara masyarakat luas tetap terpinggirkan.

Kemiskinan Struktural dan Ketimpangan Sosial: Peran Kebijakan Negara

Kemiskinan struktural adalah kondisi di mana kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh masalah individu, tetapi lebih karena adanya struktur sosial yang tidak adil. Amartya Sen dalam teorinya tentang kemiskinan menekankan bahwa kemiskinan tidak hanya soal pendapatan, tetapi juga berkaitan dengan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi. Negara memainkan peran penting dalam hal ini. Sayangnya, kebijakan negara sering kali tidak cukup inklusif untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan.

Misalnya, meskipun banyak program bantuan sosial yang diluncurkan oleh pemerintah, sering kali program-program tersebut tidak sampai ke mereka yang benar-benar membutuhkan.

Kebijakan ini kadang-kadang malah dimanfaatkan oleh kelompok tertentu yang memiliki akses lebih besar terhadap kekuasaan politik atau ekonomi, yang akhirnya membuat kelompok yang sudah tertinggal semakin terpinggirkan.

Secara keseluruhan, negara memang memiliki peran besar dalam terbentuknya ketimpangan sosial dan kemiskinan struktural. Dari masa kolonial hingga saat ini, kebijakan negara sering kali berkontribusi pada ketimpangan, baik melalui eksploitasi sumber daya alam maupun kebijakan yang tidak merata.

Untuk itu, jika ingin mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, diperlukan perubahan struktural dalam kebijakan negara, agar lebih berfokus pada pemerataan dan pemberdayaan masyarakat yang terpinggirkan. Negara harus memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang setara dalam mengakses peluang dan kesejahteraan.

Penulis: Raihan Abdul Wasi

Editor: Redaksi

Bagikan Tulisan Ini:

Facebook
X
WhatsApp
Threads

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tulisan Terbaru