Karya: Maulana Jalaluddin Rumi
Dengarkan seruling bambu ini,
Bagaimana ia mengisahkan kerinduannya:
Sejak direnggut aku dari rumpunku dulu,
ratapan pedihku telah membuat
berlinang air-mata orang.
Kuseru mereka yang tersayat hatinya
karena perpisahan. Karena hanya mereka yang pahami sakitnya kerinduan ini.
Mereka yang tercerabut dari tanah-airnya
merindukan saat mereka kembali.
Dalam setiap pertemuan,
bersama mereka yang tengah gembira atau sedih,
kudesahkan ratapan yang sama.
Masing-masing orang hanya dapat mendengar
sesuai pengetahuannya sendiri-sendiri.
Tak ada yang mencari lebih dalam
tentang rahasia di dalam diriku.
Rahasiaku tersembunyi di dalam rintihanku,
mata-telinga tak bercahaya takkan mampu memahaminya.
Desah seruling bersumber dari api, bukannya angin.
Apa gunanya hidup seseorang yang tak lagi ada apinya?
api cinta yang menghidupkan nyanyian sang seruling adalah ragi cinta
yang membuat anggur terasa lezat.
Lantunan seruling mengobati hati yang perih karena cinta yang hilang.
Lagunya menyapu hijab
yang menyelubungi hati.
Adakah racun yang lebih pahit atau gula yang lebih manis daripada nyanyian seruling bambu?
Agar dapat kau dengar nanyian seruling itu
mesti kau tanggalkan semua hal yang pernah kau ketahui.